Custom Search
Link

Friday, October 10, 2008

Benarkah Penyakit Keturunan Tidak Bisa Disembuhkan

JH Alifulhaq Terapi Alif.

Pertanyaan seperti judul diatas sering menggoda kita, sementara science kedokteran di klaim telah mencapai tingkat kemajuan yang begitu pesat. Tapi pertanyaannya, kenapa sampai saat ini penyakit keturunan salah satu diantaranya diabetes misalnya belum bisa ditangani secara tuntas oleh pihak kedokteran, dalam arti sembuh total. Beberapa kasus diabetes sebagai penyakit keturunan bisa sembuh total dengan penerapan Terapi Alif. Sebagai ilustrasi sebelum masuk ke pembahasan pokok, saya beberkan salah satu contoh kasus sebagai berikut.
Seorang pemuda umur sekitar 25 tahun, sudah lama menderita diabetes, datang pada saya untuk minta tolong. Ibunya yang telah berumur 50-an tahun juga penderita diabetes sejak usia muda dan sejak saat itu rajin ke dokter. Beberapa saudara kandung ibu ini telah meninggal dunia akibat diabetes. Saudara-saudaranya yang masih hidup juga menderita diabetes yang parah.
Setelah sebulan menjalani terapi dengan Terapi Alif tanpa suntikan insulin dari dokter, kemudian di cek gula darahnya oleh pihak medis, ternyata kandungan gula darah pemuda tadi normal. Demikian juga halnya dengan ibunya. Setelah itu mereka tidak lagi memerlukan suntikan insulin untuk mengatasi diabetesnya. Banyak lagi kasus lain yang tidak sembuh dengan kedokteran, tetapi bisa sembuh total dengan Terapi Alif. Tentu pertanyaan anda, kenapa bisa begitu.
Kalau anda membaca tulisan-tulisan saya di blog ini antara lain berjudul; Terapi Alif – Kedokteran, Hubungan Antara Jiwa Dan Jasad, Sebaiknya Ilmu Kedokteran Berdamai Dengan Al Qur’an Agar Tidak Stagnan Dan Mandul, tentu akan terlihat jelas bahwa dasar berpijak antara Terapi Alif dengan Ilmu Kedokteran berbeda.
Ilmu kedokteran memandang setiap kejadian dan proses dalam tubuh manusia sebagai proses fisis dan analisanyapun atas dasar hal ini, meskipun mereka mengakui bahwa dibalik semua itu ada kehidupan yang menggerakkannya. Tetapi kehidupan yang mereka maksudkan tidak jelas, berupa apa dan bentuknya seperti apa dan cara kerjanya bagaimana dan sebagainya. Mereka hanya menangkap dan mencoba memahami kehidupan yang dimaksud lewat gejala.
Terapi Alif memandang, salah satu komponen dasar dalam setiap diri manusia adalah jiwa. Jiwa ini yang membuat manusia bisa hidup, jiwa juga yang membuat manusia merasakan sakit, sedih, susah, enak, bahagia dan sebagainya. Jiwa juga yang memerintahkan seluruh sel dan organ dalam tubuh manusia untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu. Kalau terjadi sesuatu dengan jiwa, konflik misalnya seringkali terjadi perintah yang datang dari jiwa untuk dieksekusi oleh sel dan atau organ tubuh akan error dan manusia tersebut akan mendapat masalah dengan kesehatannya.
Kalau hanya fisik yang ditangani, sementara jiwa yang mengeluarkan perintah yang error tadi tidak ditangani, tentu saja tidak akan menuntaskan persoalan penyakit yang diderita oleh seseorang. Begitulah yang terjadi pada penyakit keturunan, tidak akan pernah tuntas oleh pihak kedokteran.
Ilmu kedokteran memandang bahwa penyakit keturunan adalah bawaan sejak lahir yang diwariskan oleh generasi sebelumnya dari keturunan si penderita. Warisan itu berupa gen pembawa sifat atau penyakit yang ada dalam tubuh si penderita. Meskipun biotekhnologi yang maju pesat mampu mengutak-atik DNA, RNA, Chromosoom dan sebagainya yang berkaitan dengan gen tadi, belum juga bisa diterapkan dalam ilmu genetika kedokteran untuk mengatasi persoalan penyakit keturunan. Mereka terus berkutat dengan masalah bagaimana merubah gen pembawa penyakit tadi agar tidak berbahaya dalam arti tidak lagi membawa penyakit. Menurut saya hal ini tidak mungkin. Seperti saya tegaskan berulangkali, yang harus ditangani adalah siapa dan apa yang mengeluarkan perintah kepada sel, inti sel atau organ tubuh manusia tadi sehingga menimbulkan penyakit. Misalnya pada kasus diabetes, pancreas tidak memproduksi insulin atau memproduksi hanya sedikit, tidak sesuai dengan kebutuhan manusia yang bersangkutan. Insulin ini yang merubah gula yang terkandung dalam darah menjadi energy. Jadi kalau tidak ada insulin dalam darah, maka gula akan menumpuk dalam darah, maka terjadilan diabetes. Kenapa pancreas tidak memproduksi insulin atau memproduksi hanya sedikit, karena harus seperti itulah kata gen, begitulah menurut pemahaman ilmu kedokteran. Kalaupun gen bisa dirubah secara fisik lewat methode rekayasa genetika, tetapi sifatnya akan kembali karena yang memerintah gen tadi tidak ditangani.
Bagaimana Terapi Alif memandang penyakit keturunan ini, misalnya dalam kasus diabetes. Setiap diri manusia punya banyak sekali jiwa yang semuanya terhubung dengan tubuh/fisik manusia, yang memerintah setiap bahagian dari organ dan sel tubuh manusia sekecil apapun melalui pusat syaraf, diantaranya jiwa yang melekat dengan setiap sifat gen yang ada di setiap tubuh manusia.
Tetapi kenapa bisa ada jiwa yang memerintahkan pancreas untuk tidak memproduksi insulin atau kalaupun memproduksi hanya sedikit. Inilah pertanyaan yang harus dijewab oleh Terapi Alif untuk menyelesaikan kasus penyakit diabetes keturunan.
Kita kenal dalam peradaban manusia sejak dulu, ada golongan atau aliran-aliran dalam hal olah bathin atau olah spiritual misalnya seperti pertapa dan sufi. Mereka ini pada tingkat tertentu tidak lagi butuh makan dan minum, kalaupun butuh sangat sedikit. Buat mereka tingkat tertinggi pada kesempurnaan jiwa yang dicapai lewat olah spitual, manakala badan/jasad tidak lagi butuh makanan dan minuman, mereka larut dalam olah spiritual setiap saat tanpa memerlukan gerakan fisik yang membutuhkan energi. Jiwa-jiwa yang dianggap telah mencapai kesempurnaan inilah yang memerintahkan pancreas untuk tidak memproduksi insulin atau memproduksi hanya sedikit. Begitu jiwa ini menurun pada seseorang baik melalui jalur keturunan maupun lewat jalur murid yang mempelajari dan mengamalkan olah spiritual tadi, maka jiwa tadi pasti akan memerintahkan pancreas agar tidak memproduksi insulin atau memproduksi hanya sedikit.
Bagi mereka yang terbiasa dengan olah spiritual, jiwa yang dianggap telah mencapai tingkat kesempurnaan atau mendekati kesempurnaan ini sangat kuat dan sangat sulit dikalahkan dan dianggap oleh sebahagian besar mereka, suatu hal yang mustahil untuk dikalahkan. Inilah persoalan besar yang dihadapi dalam penerapan Terapi Alif untuk menyembuhkan penyakit diabetes keturunan yang diderita seseorang.
Dalam konsep Terapi Alif, jiwa tadi harus dienyahkan dari diri seseorang untuk membebaskannya dari penyakit diabetes. Jiwa tadi yang merasa berada ditingkat kesempurnaan pasti melawan sekuat tenaga atas pengusiran yang saya lakukan. Maka terjadilah pertarungan yang cukup berat antara saya dengan jiwa semacam ini. Biasanya penderita merasakan sakit di tubuhnya pada saat terjadi pertarungan semacam ini, ada yang mengatakan seperti mau mati. Begitu jiwa ini berhasil diusir dari diri seseorang, maka pancreasnya akan berfungsi normal dan akan memproduksi insulin sesuai kebutuhan yang bersangkutan.
Tapi jiwa tadi akan bisa kembali pada yang bersangkutan, apabila sejumlah larangan yang saya tetapkan dilanggar, atau ada hal lain yang dia perbuat tanpa sengaja atau tanpa dia ketahui mengundang kembali jiwa tadi.

CATATAN :
Saya telah membahas secara mendalam dan detail tentang syetan, jin dan Iblis, seperti apa mereka, bagaimana kehidupan mereka dan dimana mereka hidup, bagaimana interaksinya dengan setiap diri anak manusia yang mengakibatkan berbagai masalah bagi setiap anak manusia.
Saya juga membahas secara mendalam dan detail tentang jiwa setiap anak manusia, apa yang dimaksudkan dengan jiwa manusia, dimana keberadaan mereka, perannya yang sentral bagi setiap diri anak manusia, persoalan yang dialami oleh anak manusia ketika jiwanya error terutama kaitannya dengan penyakit nonmedis atau medis, apa yang membuatnya error dan bagaimana cara atau upaya memperbaikinya dalam arti penyembuhannya.
Semuanya saya bahas menggunakan fakta empiris yang saya peroleh selama menggeluti penyakit nonmedis 30 tahun lebih. 
Saya telah membahasnya dalam tiga buku yang berjudul MENDIAGNOSIS PENYAKIT NON MEDIS, SEMBUH SEKETIKA BUKAN MUKIJIZAT ATAU KEAJAIBAN dan yang ketiga MEMBURU IBLIS SAMPAI KE SARANGNYA. 
Tentang buku ketiga silahkan klik  TOKO BUKU TERAPI ALIF
Untuk informasi tentang buku 1 dan 2  silahkan klik ini
 BUKU TERAPI ALIF

TOP SELLING BUKU TERAPI ALIF

Thursday, October 09, 2008

Orang Yang Tidak Tahu Bersyukur

JH Alifulhaq Terapi Alif

Suatu malam habis shalat taraweh di mesjid, saya dijemput beberapa orang kerabat dekat seorang yang sedang sakit, minta tolong saya untuk mengabati si sakit. Saya kenal si sakit ini, tetapi tidak akrab. Dia seorang janda yang ditinggal cerai oleh suaminya yang kawin lagi. Teman dekat saya yang waktu itu ada di mesjid ikut juga bersama saya.
Begitu sampai di tempat si sakit, sekitar belasan keluarga dan kerabat dekatnya menunggui si sakit. Dari penuturan si sakit, dia menderita sakit di perut sekitar setahun. Keluhan sakit perut yang kadang-kadang membuatnya sesak napas. Perutnya terlihat agak membesar. Diapun sudah berobat kemana-mana, baik dokter maupun non medis, tetapi tidak membuahkan hasil dalam arti dia tetap merasakan sakit sampai saat itu.
Setelah menjalani terapi beberapa menit, si sakit menyatakan bahwa rasa sakitnya hilang sama sekali saat itu juga. Saya jelaskan pada si sakit dan belasan orang yang ada disitu bahwa ini sebagai tanda bahwa pengobatan yang saya lakukan membuahkan hasil, berarti pengobatannya tepat. Untuk menuntaskannya, saya harus ketemu bekas suaminya untuk menyelesaikan persoalannya yang berkaitan dengan penyakitnya. Dari tanya jawab saya dengan si sakit, saya sampai pada kesimpulan bahwa penyakitnya karena perbuatan dia sendiri dan berkaitan erat dengan bekas suaminya. Memang suaminya sudah dicari oleh pihak keluarga sekian lama, tetapi tidak ketemu. Saya katakan bersabar saja, tokh rasa sakit yang diderita sudah hilang sama sekali.
Saat itu saya tegaskan sampai lima enam kali dan saya minta yang hadir jadi saksi, si sakit tidak boleh lagi berobat ke dukun, kiyai, paranormal dan semacamnya. Kalau dilanggar, saya tidak akan menanganinya lagi.
Tiga hari kemudian, saya dicari lagi oleh keluarga si sakit di mesjid, tetapi malam itu setelah selesai shalat taraweh, saya ke rumah seorang teman untuk urusan pembangunan masjid yang sedang dirampungkan. Sayapun dijemput disitu. Penjemput saya mengatakan bahwa si sakit kambuh lagi sakitnya.
Di tempat si sakit ada belasan orang keluarga dan kerabat dekat, banyak diantara mereka yang hadir pada saat kunjungan saya yang pertama yang saya minta jadi saksi. Saya ungkapkan kepada semua yang hadir dan si sakit bahwa larangan saya telah dilanggar. Kebanyakan diantara mereka merasa heran karena saya bisa tahu padahal tidak ada yang kasih tahu. Kemudian saya tegaskan, karena larangan saya telah dilanggar, sesuai dengan penegasan saya sebelumnya, saya tidak akan menangani lagi si sakit.
Kemudian diungkaplah oleh kakak perempuan si sakit bahwa sore hari sebelum saya dijemput untuk kedua kalinya, adik laki-laki mereka membawa dukun kesitu untuk mengobati si sakit. Si dukun dibayar cukup mahal, sebahagian besar uang hasil kontrakan rumah yang baru diterima si sakit diberikan kepada dukun tersebut.
Saya katakan pada si sakit dan semua yang hadir, suruh dukun itu bertanggung jawab karena dia sudah dibayar sangat mahal, jangan minta tolong pada saya lagi.
Sangat mengherankan bagi saya, si sakit itu tidak bayar sepeserpun pada saya, rasa sakit yang diderita sekian lama hilang seketika setelah saya obati, malah melanggar larangan saya yang tidak lain untuk kesembuhan dirinya. Malah dia beli lagi penyakit dengan harga sangat mahal dengan membayar dukun sangat mahal.
Menurut saya, orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang tidak tahu bersyukur karena inti pokok pengobatan yang saya lakukan adalah mohon pertolongan pada Allah Taala. Do’a berupa permohonan ini dilakukan sendiri oleh si sakit seperti yang saya bimbing dan oleh diri saya sendiri tentunya.
Saya tidak berani lagi memaksakan diri untuk menolong orang-orang semacam ini, takut Allah Taala menguji saya lagi dengan rasa sakit yang berkepanjangan seperti sebelumnya.
Kalau tidak salah setelah sebulan lebih menderita, akhirnya si sakit meninggal.
Beberapa kasus yang mirip seperti ini saya temukan dalam pengobatan. Masih jadi pertanyaan buat saya, mengapa mereka menganggap sepele apa yang saya tentukan, apakah karena sembuhnya sangat gampang, bayarannya murah atau gratisan, atau karena sikap saya sebelumnya yang tidak pernah menolak untuk menolong orang sakit yang datang minta tolong pada saya, siapapun dia.
Belajar dari pengalaman-pengalaman ini, saya mohon maaf karena sekarang harus selektif menerima orang-orang yang akan saya obati agar tidak membebani saya dan keluarga saya.

TOP SELLING BUKU TERAPI ALIF
 
Free Blog CounterEnglish German Translation