Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah Lagi Maha Penyayang.
Pembahasan berikut, kita masuk ke ayat keempat. Ayat ini yang sangat krusial dalam pemahamannya. Ayat ini berkaitan langsung dengan sihir. Umumnya buku-buku terjemahan dan tafsir Al Qur’an menterjemahkan atau menafsirkan ayat ini seperti ini : “ Dari kejahatan wanita-wanita penyihir yang meniup dengan buhul-buhul “.
Kalau seperti itu penafsirannya, berarti orang yang menyihir Rasulullah saw tidak termasuk, karena dia laki-laki Yahudi yang bernama Labid bin A’sham. Tukang sihir atau santet tidak hanya dilakukan oleh wanita, tetapi juga dilakukan oleh laki-laki seperti yang menyihir Rasulullah saw. Jadi do’a tersebut tidak termasuk kejahatan laki-laki penyihir.
Masalah lainnya, apa iya buhul-buhul ( ikatan tali/benang ) yang dipakai oleh penyihir terlepas begitu dibacakan surat Al Falaq dan surat An Nas. Menurut Rasulullah saw, setiap membaca satu ayat dari kedua surat tersebut, terlepas dua buhul/ikatan.
Dari apa yang saya paparkan tadi, penafsiran akan sulit diterima untuk sampai kepada pemahaman yang benar. Kenapa para ahli tafsir menafsirkan seperti itu. Ada beberapa hal antara lain.
1. Pada zaman itu, wanita penyihir biasanya menjalankan sihirnya dengan cara meniup buhul-buhul.
2. Kata Nnaffaatsaa, dalam bahasa Arab berarti penyihir. Sihir yang dimaksudkan dengan kata ini adalah sihir berupa santet yang menyakiti, bukan sihir yang memanipulasi pandangan dan pendengaran seperti yang dilakukan ahli-ahli sihir Fir’aun terhadap Nabi Musa as, disebutkan dengan kata as sihr dalam Al Qur’an. Karena kata Nnaffatsaa diberi akhiran huruf ta yang menandakan jamak perempuan dalam tata bahasa Arab, maka jadilah penafsirannya seperti diatas.
3. Para penafsir dan ahli tafsir tidak memiliki pengetahuan yang lebih luas dan dalam tentang sihir, maka sekedar apa yang mereka ketahui dijadikan bahan penafsiran asalkan sesuai dengan hukum atau kaidah baku tata bahasa Arab, maka mereka merasa sudah benar dan jadilah penafsiran seperti itu. Hal ini banyak kita temui dalam buku-buku tafsir, sehingga kita sulit mencerna tentang sesuatu hal dalam Al Qur’an dari tafsir-tafsir seperti ini. Wallahu A’lam.
Sekarang kita telaah point 1. Tukang sihir dalam melaksanakan hajatnya tidak hanya dengan cara meniup buhul, tetapi berbagai ragam cara. Banyak sekali cara dan variasinya, dan bukan hanya wanita yang melakukan, tetapi juga laki-laki. Kalau penafsirannya seperti tadi, maka wanita-wanita yang menjalankan sihirnya selain dengan cara meniup buhul-buhul, tidak termasuk dalam kategori kejahatan yang kita minta perlindungan pada Allah Taala. Padahal ayat tersebut dimaksudkan untuk semua aktivitas sihir.
Point 2. Dalam Al Qur’an kita temui bahwa huruf ta yang diletakkan di akhir kata tidak selamanya menunjukkan jenis kelamin perempuan, tetapi kita temukaan untuk menandai sifat benda tersebut yang halus, lembut dan tidak kelihatan. Contohnya, kata Malaikat di dalam Al Qur’an tidak menunjukkan bahwa Malaikat berjenis kelamin perempuan, tetapi karena tidak tampak maka diberi huruf ta di akhir katanya. Begitu dia tampak oleh manusia, maka diberi sifat laki-laki seperti kita temui dalam surat Al Baqarah ayat 102. Disitu disebutkan dua Malaikat Harut dan Marut dengan sebutan Malakaini. Kalau mengikuti bentuk aslinya dari Malaikat seharusnya menjadi Malakataini sebagai ganda perempuan, itu menurut tata bahasa Arab yang dipakai dan yang diuatamakan oleh para ahli tafsir. Jadi kasus Malaikat menjadi Malakaini adalah yang menyimpang menurut tata bahasa Arab. Kasus yang sama terjadi pada kata as sama’ ( langit ) yang bisa kita lihat dengan mata, begitu diberi bentuk jamaknya maka berubah menjadi samaawaati karena kita tidak bisa lihat tujuh lapis langit yang dimaksud ayat tersebut. Ini yang saya jadikan dasar penafsiran kata nnaffaatsaati agar bisa dicerna dan tidak bertentangan dengan kenyataan yang ada.
Sebelum ke penafsiran ayat keempat ini ada baiknya kita ketahui tentang praktek sihir, bagaimana seseorang menjalankan sihir dalam hal ini santet sesuai konteks ayat tersebut, agar lebih gampang menangkap maksud ayat tadi.
Seseorang apabila ingin jadi penyihir, dia harus mengadakan ikatan perjanjian dengan syetan yang akan membantu aksinya. Inti dari perjanjian tersebut, meskipun dilakukan dengan berbagai macam ritual dan persyaratan, manusia tersebut harus menyerahkan jiwanya pada syetan. Ada yang sadar dengan penyerahan jiwa kepada syetan ada yang tidak. Adakalanya ritual-ritual tertentu dalam adat istiadat suatu suku atau keturunan merupakan cara-cara dan syarat yang diharuskan oleh syetan pada leluhur mereka yang mengikat perjanjian dengan syetan dan ritual-ritual harus terus diadakan oleh keturunannya agar ikatan perjanjian dengan syetan jadi langgeng dalam arti syetan akan terus menolong anak keturunannya dalam hal apa yang disepakati dalam perjanjian, sehingga mereka yang menyelenggarakan ritual tersebut tidak tahu apa-apa. Padahal begitu mereka melaksanakan ritual tersebut, mereka menyerahkan jiwanya pada syetan yang telah mengikat perjanjian dengan leluhurnya. Kasus semacam ini saya temukan dalam pengobatan yang saya lakukan.
Ada juga mereka yang belajar ilmu sihir, mantera-mantera dan amalan-amalan atau ritual untuk memanggil syetan yang akan membantunnya/menolongnya dalam hajatnya, sebenarnya sudah dalam ikatan perjanjian dengan syetan bahwa jiwanya harus diserahkan. Ada yang tahu, tetapi banyak juga yang tidak tahu, hanya mewariskan dari keturunan atau gurunya. Masalah penyihir yang menjual jiwanya kepada Syetan diberitakan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah di bahagian akhir ayat 102 surat Al Baqarah.
Sekarang bagaimana sihir di jalankan. Misalnya si A telah mengadakan ikatan dengan syetan S. A mau menyantet B. A akan minta pertolongan syetan S untuk melaksanakan hajadnya. Syetan S kemudian mencuri jiwa-jiwa B seberapapun yang dibutuhkan sesuai hajad si A. Cara mencuri jiwa ini macam-macam caranya, ada yang pakai media seperti yang dilakukan terhadap Rasulullah saw yaitu berupa rambut dan beberapa gigi sisir beliau, tetapi ada juga yang tidak pakai media sama sekali. Jiwa yang dicuri kemudian diikat berbuhul-buhul banyaknya, ditarokh disuatu tempat yang telah ditentukan oleh syetan untuk disiksa. Siksaan-siksaan terhadap jiwa tadi makin lama makin terasa oleh jasad si B karena antara jiwa yang dicuri dengan jasad si B masih tersambung, akhirnya si B jatuh sakit. Apabila A menginginkan B sampai mati atau mati mendadak, maka matilah B kalau Allah Taala mengizinkan. Kalau A menghendaki B menderita sakit berkepanjangan, maka seperti itulah yang terjadi apabila Allah Taala mengizinkan. Saya tidak akan membeberkan lebih detail lagi tentang terlaksananya sihir ini di alam jin dan syetan karena akan sangat panjang. Saya pikir apa yang saya beberkan sudah cukup untuk menafsirkan ayat yang sedang dibahas.
Kalau penjelasan ini dipakai untuk menafsirkan ayat keempat surat Al Falaq akan lebih gampang dicerna dan kita tidak akan menemui pertentangan dengan kenyataan yang ada.
Nnaffaatsaati kita tafsirkan kegiatan penyihir di alam jin dan syetan yang tidak kelihatan ditunjukkan dengan adanya huruf ta pada akhir kata tersebut seperti saya jelaskan sebelumnya pada kata Malaikat. Sementara buhul-buhul ditafsirkan sebagai buhul-buhul yang mengikat jiwa-jiwa, klop dengan pernyataan hadits Rasulullah saw bahwa setiap membaca satu ayat dari surat Al Falaq dan Surat An Nas akan terlepas dua buhul. Buhul inilah yang dimaksud, bukan buhul lahiriah yang ada di tangan penyihir.
Jadi penjelasan lengkapnya ayat keempat ini menurut saya : “ Dari kejahatan perbuatan-perbuatan sihir dari para penyihir di alam jin dan syetan yang tidak kelihatan di alam dhahir dengan mencuri jiwa-jiwa kemudian diikat berbuhul-buhul “. Wallahu A’lam.
Bersambung.
CATATAN 1 : Bagi anda yang ingin menyebar luaskan apa yang saya bahas di blog ini kepada siapapun, ada baiknya anda kasih saja alamat blog ini kepada mereka. Kalau anda sebarkan dengan cara apapun, saya khawatir kalau terjadi kesalahan atau kekeliruan dalam bentuk apapun, anda yang bertanggung jawab pada Allah. Tokh pahalanya sama juga yang anda terima dengan penyebaran yang saya anjurkan. Terima kasih.
Wassalam.
CATATAN 2:
Saya telah membahas secara mendalam dan detail tentang syetan, jin dan Iblis, seperti apa mereka, bagaimana kehidupan mereka dan dimana mereka hidup, bagaimana interaksinya dengan setiap diri anak manusia yang mengakibatkan berbagai masalah bagi setiap anak manusia.
Saya juga membahas secara mendalam dan detail tentang jiwa setiap anak manusia, apa yang dimaksudkan dengan jiwa manusia, dimana keberadaan mereka, perannya yang sentral bagi setiap diri anak manusia, persoalan yang dialami oleh anak manusia ketika jiwanya error terutama kaitannya dengan penyakit nonmedis atau medis, apa yang membuatnya error dan bagaimana cara atau upaya memperbaikinya dalam arti penyembuhannya.
Semuanya saya bahas menggunakan fakta empiris yang saya peroleh selama menggeluti penyakit nonmedis 30 tahun lebih. Saya telah membahasnya dalam tiga buku yang berjudul MENDIAGNOSIS PENYAKIT NON MEDIS, SEMBUH SEKETIKA BUKAN MUKIJIZAT ATAU KEAJAIBAN dan yang ketiga MEMBURU IBLIS SAMPAI KE SARANGNYA.
Tentang buku ketiga silahkan klik TOKO BUKU TERAPI ALIF
Untuk informasi tentang buku 1 DAN 2 silahkan klik ini BUKU TERAPI ALIF